Petani Medaeng Resah Kenaikan Sewa Lahan hingga Rp 1 Juta per Panen

Kasun: tidak ada uang sewa hanya bayar retribusi

Berita151 Dilihat
banner 468x60

Sidoarjo – Para petani di Dusun Medaeng, Desa Medaeng, Kecamatan Waru, Sidoarjo, tengah dilanda keresahan akibat adanya wacana kenaikan harga sewa lahan pertanian yang sudah mereka garap selama puluhan tahun.

Sebelumnya, harga sewa lahan hanya berkisar antara Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu per panen, namun kini muncul kabar bahwa harga sewa tersebut akan dinaikkan menjadi Rp 1 juta per panen.

Sekretaris kelompok tani, Suwarno, mengungkapkan bahwa keresahan para petani muncul setelah adanya informasi kenaikan sewa lahan pertanian di wilayah tersebut.

“Untuk lahan Alam Stil, Sidoarjo Bangkit, Langgeng Makmur, dan Tanah Kas Desa, biasanya hanya sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 600 ribu setiap panen. Tapi sekarang muncul wacana naik jadi Rp 1 juta per panen, yang dikoordinir oleh Abdul Zuhri, mantan kepala desa,” ujar Suwarno, Kamis (16/10).

Ia menambahkan, sudah ada lima orang petani yang membayar langsung kepada Abdul Zuhri melalui Kasun Kuswandi. “Anggota kelompok Tani Makmur Medaeng ada 32 orang. Sebagian sudah bayar dengan nominal bervariasi,” tambahnya.

Terkait persoal tersebut, Kasun Desa Medaeng, Kuswandi menjelaskan, bahwa terkiat adanya kenaikan sewa lahan itu tidak benar dan perlu diperhatikan itu bukanlah sewa lahan melainkan hanya bayar restibusi istilahnya. Itu bervariasi dan tidak ada tekanan semuanya hasil kesepakatan.

“Itu semuanya Keepakatan dari PT Alim, Sidoarjo Bangkit dan para petani. Tahun lalu juga tidak ada tarikan karena petani gagal panen dan saat itu para petani mau menambahi kalau hasil panen bagus, ” Kelit Kuswandi kepada awak media. Kamis (16/10).

Sementara itu, Nyairan, salah satu petani, mengaku telah membayar Rp 2 juta per tahun atau setara Rp 1 juta per panen untuk lahan Tanah Kas Desa. Ia juga menuturkan adanya insiden pembakaran lahan yang menyebabkan 35 jaring perangkap burung miliknya hangus terbakar.

“Yang membakar diduga Syarul. Saat saya tanya, katanya hanya membakar pohon pisang untuk membersihkan lahan,” jelas Nyairan.

Kasus pembakaran tersebut sempat dimediasi di tingkat dusun antara Syarul, Kasun, dan Nyairan pada Senin lalu, namun belum menemukan kesepakatan. “Kemudian dibawa ke balai desa dan ditemui oleh Sekdes Wisnu. Kami dijanjikan mediasi lanjutan dua bulan lagi setelah masa tanam,” katanya.

Atas kejadian itu, Nyairan mengaku mengalami kerugian sekitar Rp 6 juta, dengan harga satu jaring beserta tempatnya mencapai Rp 150 ribu. “Saya hanya berharap ada keadilan dan masalah ini segera diselesaikan,” pungkasnya. Tio

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *